Bisa di bilang penyangkalan kalau gue gak terkejut mendapat pesan whatsapp dari Pandu Fuzztoni mengenai berita wafatnya Lou Reed di tanggal 27 oktober 2013 dini hari. Terlalu besar gengsi gue untuk mengakui kalo gue bersedih pada malam itu. Tapi yg pasti fikiran terbang jauh dan mendarat ke peristiwa ketika gue masih kelas 3 SMP. Jalan Sabang Jakarta Pusat. Bersama rekan kerja kakak gue yang biasa gue sapa Om Amir, kita berdua mampir ke toko kaset Duta Suara. Saat itu gue lagi ngebet-ngebetnya buat membeli kaset Tesla, The Great Radio Controversy, karena baru saja melihat video mereka berjudul Heaven Trail (No Way Out) di tv swasta. Di rak new Release akhirnya gue mendapatkan kaset Tesla. Tapi si Om Amir malah mengambil sebuah kaset di sebelah kanan Tesla. Kaset itu bertuliskan Lou Reed / New york.
Om Amir berkata pada gue, ini lebih bagus Jim. Sekilas gue kira Lou Reed sedang berphoto bersama 4 orang band pengiringnya. Dan paling kanan adalah pemain drum hahaha. Lugu sekali gue waktu itu.
Lalu setelah membayar gue nebeng mobil Daihatsu Zebra Om Amir. Gak sabar gue langsung nyetel Heaven Trail (No Way Out) dari Tesla. Seru memang. Sampai sekarang pun gue mengakui lagu itu masih asoy di dengar. Tapi lagu lain di album tersebut? Ibarat gas scooter, ngempos my friend! Lalu Om Amir mengganti kaset Tesla dengan Lou Reed sambil terus nyetir mobil. Dan seketika berkumandanglah track pertama album New York dari Lou Reed. Lagu itu berjudul Romeo Had Juliet. Gila! Gue terkesima. Gitarnya Raw, Drumnya Mentah. berbeda banget dengan musik yg sedang trend saat itu. Vokalnya malah seperti membaca puisi. Lalu gue menoleh ke Om Amir. “Om, ini Rock N Roll yha?” Om Amir menoleh pada gue dan tersenyum. Wajah om Amir tirus, badannya kurus (sekilas seperti Rio White Shoes dengan wajah yg lebih Sumatra Barat). Lalu dia kembali konsen menyetir. Dan track kedua Halloween Parade berkumandang. Gue sekilas menangkap rasa kasih tak sampai tapi masa bodoh dari lagu ini.
Bebearapa bulan kemudian gue menyaksikan Metallica main di grammy Awards (siapa yg gak suka metallica pada jaman itu?). Tapi saat itu The Best Hard Rock/ Metal performence justru di menangkan oleh band Prog Rock Inggris Jethro Tull. Ah gue sih gak ambil pusing atas kontroversi itu. Tapi saat itu perhatian gue justru tersita oleh salah satu karakter khas nominator yg wajah dan lagunya terpampang gede dan sekilas di TV. IGGY POP! Gue cuma bergumam dalam hati. mendengar sekilas soundnya. Dia pasti makhluk sejenis LOU REED.
Tahun 1996 naik semester dua ketika kuliah di IKJ di putarlah film Trainspotting di ruang kuliah kampus. Selain scene opening dengan lagu Iggy Lust For lIfe. Scene overdose dengan soundtrack Perfect Day adalah dua hal paling berkesan dari film ini. Sejak itulah gue tenggelam dengan karya Lou Reed/Iggy Pop seraya mengecilkan celana gue seperti Renton. Dan mulai mengenakan kaus berukuran Extra Small dengan bawahan di potong sejajar pusar :p
Jaman hidup menggembel di kampus membuat gue rajin mencari kaset bekas di Taman Jendral Urip, Jatinegara. Dan kaset The Best of Lou Reed / Walk On The Wild Side adalah harta karun buat gue. Semacam katalog untuk streaming karya-karya solo Lou Reed dan dua lagu Velvet yg di bawakan secara live. Kaset ini akhirnya jadi yg paling sering gue putar di antara tumpukan koleksi Punk dan Klasik Rock dari locker gue. Gue selalu berfikir, kelak gue akan menulis lagu seperti Lou Reed. Lalu gue lanjut melukis 😀
Perekonomian gue mulai membaik di akhir smester kuliah. Mulai transisi dari Kaset ke CD. Salah satu CD awal yg gue punya adalah album solo perdana Lou Reed.
Wild Child adalah lagu pertama LouReed yg mengena dengan mendalam bagi diri gue. Liriknya naratif. Pejamkan mata ketika mendengar lagu ini. Tiba-tiba sebuah film yg humanis akan muncul di layar lebar otak kita 🙂
Buat yg kecanduan Rock n Roll album ini akan menjadi sulit. Tapi untuk anak Seni Rupa album ini bisa di katakan wajib. Album minimalist ini semacam tribute buat Andy Warhol. Liriknya semua bercerita soal Warhol, dari hidupnya sampai pola berkaryanya. Hafiz Rancajale yang pertama kali memutarkan kaset ini ketika persiapan pameran Jimi VS Henry 2 di ruangrupa lama (waktu itu masih berlokasi di Pasar Minggu). Sebuah percakan tentang seni kontemporer dengan soundtrack Lou Reed. Belum pernah lagi kejadian di hidup gue. Work dan Problem with Classicist langsung nempel seketika. Thank you Fiz 🙂
Satellite Of Love, lagu yg paling berpengaruh besar secara lirikal di album ini. Satellite’s gone way up to Mars. Soon it will be filled with parking cars.I watch it for a little while. I love to watch things on TV. Barisan kata sederhana tapi menancap keras di kepala gue. Akhirnya dua kata tersebut satelit dan planet Mars gue gunakan di karya gue. Tentu dengan penempatan dan arti yg berbeda.
Moment Lou Reed paling klimaks di hidup gue adalah ketika buku Pass Thru Fire masuk ke Indonesia. Saat itu hidup gue kembali bokek. Perkembangan digital print membunuh bisnis mural gue. Jadi penata artistik sinetron gak sudi gue lakoni. Gue melakukan pekerjaan-pekerjaan ajaib buat survive. Dan ada satu hobby baru gue. Gue seneng banget jalan kaki ke toko buku QB (RIP) di belakang gedung Sarinah dari kosan gue di jalan Kali Pasir (belakang TIM). Sambil nyetel discman berisi kompilasi Velvet dan Lou Reed gue duduk di sofa QB sambil membaca Pass Thru Fire. Selain di nikmati dalam lagu. Ternyata lirik Lou Reed juga nikmat di baca. Hal ini benar-benar menginspirasi gue. Lucunya di tahun berikutnya gue baru mampu membeli buku ini. Alhasil hampir sebulan hobby ganjil ini gue lakoni. Yang gue dapat cukup besar. Selain sensasi, juga cara menulis gue di masa depan.
Dari penggalan-penggalan kejadian ini akhirnya gue tau apa yang membuat gue merasa dekat dengan karya Lou Reed. Doi menulis kejadian yg agak mirip dengan yang gue alami. Lou Reed menulis tentang bohemian. Pemain theatre muda yang idealis. Musisi yang mencari jati diri. Kehidupan hedonisme perkotaan. Seniman kontemporer nyentrik. Kawan-kawan yg terjerat hingga mati dalam drugs. Kehidupan seks bebas. Patah hati. Bokek. Jatuh cinta. Bahkan kehidupan yg mulai normal. Konsep menceritakan kejadian itu yg akhirnya gue serap.
Selamat jalan Lou Reed. Terimakasih atas segalanya.