Maafkan kalau judul tulisan gue terbaca sentimentil. Hari ini, 1 September 2011. Lebaran hari kedua, bertepatan dengan hari ulang tahun mendiang ibu gue tercinta. Beliau melahirkan gue ketika berusia 42 tahun. 10 bulan gue ada di dalam kandungan beliau. Dan gue besar dengan didikan beliau. Benar, gue adalah Mama Boy sejati. Ketika gue kelas 2 SD, bokap wafat. Gue lampaui masa labil remaja. Pencarian jati diri. Hingga bisa seperti sekarang ini semuanya berkat nyokap gue. Zurna Loedin. Sayangku selalu tak pernah pudar.
Dan malam ini gue berusaha mengenang beberapa kejadian kecil penting bersama beliau…
> Ketika gue kecil bokap udah pensiun. Sekitar usia 4 tahunan nyokap selalu membawakan gue kertas (sisa potongan tempat percetakan kakaknya) dan spidol warna-warni merk Pilot. Gue adalah bocah dengan mainan sedikit. Gak pernah punya Lego, Game watch, apalagi Atari. Hal yang paling gue ingat adalah ketika di ajak beliau berkunjung ke kolega-koleganya. Sebagai anak kecil pastilah kita akan merengek minta pulang karena bosan. Tapi beliau punya trick jitu. Dikeluarkanlah setumpuk kertas kecil dan spidol berwarna gue. Maka gue akan kembali anteng. Asik menggambar. Gak perduli nyokap meneruskan obrolannya sampai berjam-jam lamanya.
> Nyokap sering membelikan buku cerita atau komik. Padahal waktu itu gue belum bisa membaca. Gue sangat malas ketika di ajari membaca dengan metode konvensional. Alhasil gue secara gak sengaja bisa membaca karena kebiasaan membolak balik komik tersebut. Gue masih inget ketika betapa girangnya gue bisa membaca. Bokap adalah orang pertama yang gue beri tahu. Lalu gue berlarian ke nyokap dan membaca komik yang gue pegang keras-keras 🙂
> Ketika film-film bagus lagi marak di bioskop, nyokap gak mengajak gue untuk menonton film tersebut. Tapi justru membelikan buku cerita tentang film itu. Sebuah buku cerita dengan sill photo adegan film, dengan teks di bawahnya.Gue sadar keadaan ekonomi lagi amsyong waktu itu. Tapi secara gak sadar nyokap telah mendidik daya imajinasi gue. Menempa theatre of mind gue sejak dini ☺
> Bukan cuma Seni Rupa. Nyokap juga mendidik selera musik gue ketika masih kecil. Sepulang dari belanja di Pasar Inpres Pondok Bambu, nyokap membawakan gue album Gazebo, I Like Chopin. Waktu itu gue masih kelas 4 SD kalau tidak salah. Girangnya bukan main waktu itu. Di dalam album itu juga terdapat single Love In Your Eyes. Gazebo adalah penyanyi Pop dengan musik bernuansa New Wave/New Romantic. Jadi pengen nyari CDnya hahaha.
> Nyokap juga yang pertama kali memperkenalkan The Rollingstones ke gue. Lady Jean adalah lagu pertama yang jadi rekomendasi beliau.
> Ketika SMP kelas tiga, nilai pelajaran gue mulai merosot. Mencoba bandel. Mulai ngerokok. Belajar Skateboards. Mulai naksir cewe. Hingga pas masuk SMA di pertengahan smester, nyokap ngajak gue ngambil pensiun mendiang bokap di BBD kota (sekarang Bank Mandiri). Di suruhnya gue mewakili tanda tangan. Dan betapa terkejutnya gue melihat jumlah pensiun bokap saat itu. Kecil sekali. Saat itu juga gue berhenti merokok selamanya. Berhenti main skateboards (karena sparepartnya gak terjangkau hahaha). Nyokap mendidik gue dengan cara yang sangat nyentrik. Tanpa wejangan, apalagi kalimat bernada tinggi.
> Kelas dua SMA kenal Punk. Nyokap yang pertama kali memotong rambut gue menjadi Mohawk. Dan hanya bertahan sebulan. Gue yakin nyokap sudah memprediksi dari awal, makanya beliau malah support gue dengan membantu memotong rambut.
Banyak sekali moment yang tak sanggup gue tuliskan. Hingga akhirnya gue memutuskan untuk meninggalkan rumah tahun 1996, nyokap sudah gak perlu risau lagi dengan gue. Yang gue inget dia menitipkan kepercayaan pada gue. Walaupun sering kali beliau menyuruh gue pulang jika sedang gue telephone. Gue akan mencium pipi dan keningnya bolak-balik ketika pulang ke rumah. Yoi. Gue memang Mama Boy.
Beliau wafat tahun 2009. Tepat di penutupan pameran tunggal pertama gue di Ruangrupa. Sehari sebelum launching album The Upstairs Magnet! Magnet! di Score. Gue memutuskan untuk tetap manggung di score waktu itu. Dengan alasan gue akan membuat nyokap gue bangga nanti. Karena gue yakin, nyokap gak mau melihat gue bersedih. Walaupun gak bisa di pungkiri, hati gue hancur berantakan di dalam.
I love you Ma, dua setengah bulan lagi cucumu akan lahir. Terimakasih atas semua yang pernah di berikan selama ini. Kalau bukan karena Mama, mungkin tidak ada Jimi seperti sekarang ini.
I Love You
I Love You
I Love You . . . .